Cuplikan Kisah Heroik Tentara Indonesia Di Timor-Timur 2


Cuplikan kisah sebelumnya :
Cuplikan Kisah Heroik Tentara Indonesia Di Timor-Timur Bagian I

Dan RTP 8/SWJ segera melakukan pengecekan terakhir, Dan Satgas Bumi memberikan perintah operasi secara lengkap kepada pada komandan Timpur, Banpur dan Bantem yang dilanjutkan dengan pertanyaan dari pada komandan untuk kejelasan. Pasukan segera bergerak menuju sasarandidahului oleh tim Ular, dilanjutkan tim Topan, Kotis dan Kikis berada disebelah kanan.

Tetapi setelah istirahat formasi dirubah, tim Ular bergerak di kiri dan lainnya di sebelah kanan. Sesampainya di lereng Tim yang berada ditengah mendapat serangan diri Musuh, serangan gencar diarahkan pada pasukan dari persembunyaian yang menyatu dengan pemukiman tapi dibalas oleh pasukan dan berusaha terus maju.

Pemukiman penduduk yang berada disekitar itu sebenarnya merupakan depot logistic musuh mereka menyimpan makanan dan munisi sekaligus sebagai gugus pertahanan awal mereka. Hal ini memaksa pasukan untuk tidak mengambil risiko membiarkan system logistic serta persembunyian mereka mengancam keselamatan pasukan saat ini maupun nanti nya dengan membakar gubuk gubuk tersebut.

Dan terbukti setiap gubuk yang dibakar mengeluarkan ledakan dari munisi yang tersimpan, dan kelak setelah pertemppuaran berakhir akan terlihat bahwa setiap gubuk tersebut ternyata dilengkapi dengan “Ruba-ruba” yaitu perlindungan dari serangan udara dan meriam.

Pasukan berhasil maju melampai dua bukit, pada bukit ketiga menuju kaki Gn. Qablaque, ajudan Dan Satgas sudah tidak dapat berjalan karena mengalami kram, kedua kakinya diikat oleh saputangan dan tali pada ketinggian 1873 m dari permukaan laut udara sudah sangat dingin. Dalam keadaan seperti itu Gino sang ajudan terpaksa ditinggalkan karena pasukan harus tetap maju, sampai pada pertahanan terahir musuh yang dibakar pasukan kembali melingkar untuk menjemput sang ajudan yang sedang termangu dibalik batu besar, membayangkan bila musuh tiba tiba datang dan menyergapnya seorang diri.

Hatinya tiba tiba kecut, bukan pertempuran yang dia takuti akan tetapi kematian sia sia tanpa perlawanan yang disesali. Tapi hatinya bertekad kalau aku harus mati, maka sebanyak peluru yang ada pada magasin senjatanya itulah jumlah korban dipihak musuh. Ia tetap waspada sampai suara lemah bunyi kerikil terinjak dibelakangnya.
Ia berteriak gembira;

” Oh, Komandan!” Dengan tersenyum sang komandan menenangkan

“No, masa saya sampai hati meninggalkan kamu, nanti istri dan anak anak mu akan menuntut saya bila kamu hilang”.

Kemudian bersama sang ajudan yang tertatih tatih pasukan melanjutkan gerakan menyeberangi sungai Belulic karena tim Topan telah berhasil menguasi tepi jauh. Dan dari tempatnyang agak tinggi Sang Komandan memanggil Dan Tim Siluman sambil memberitanda dengan melambaikan peta.

“Batista-Musang, apakah Batista sudah melihat Musang”

“Musam-Batista, saya sudah melihat musam dan kawan kawan, obrigado barak” (terimakasih banyak).

Akan tetapi lambaian Komandan tidak saja dapat dilihat oleh Tim Siluman juga oleh musuh, keruan rentetan peluru menghambur kearah kedudukan pasukan, lalu Komandan memerintahkan pada tim siluman agar segera mengevakuasi yang gugur dan terluka kebawah setelah boks pertahanan musuh didepan dikuasai. Boks pertahanan terakhir berhasil dikuasai pasukan tetepi dengan pengorbanan kedua kaki seorang Danru dari Tim Topan tertembak.

Pasukan berhasil mencapai lereng Gn.Daurema, anehnya tak seorangpun musuh yang sebelumnya begitu gencar menyerang menampakan batang didungnya, tidak ada suara mereka apa lagi bunyi tembakan, keadaan sunyi tapi mencekam tapi pasukan tetap siaga. Kawasan ini merupakan daerah berbatu dan banyak ditumbuhi pohon berukuran sebesar tubuh manusia yang dikelilingi oleh tumbuhan perdu.

Tebingnya berdinding curam dan memiliki celah celah yang dapat dilalui manusia ketika keadaan normal. Celah inilah satu satu nya jalan masuk kepuncak yang teraman dibandingkan memanjat dinding curam yang terbuka, yang dengan sangat cerdik digunakan sebagai boks pertahanan musuh, sementara setiap celah batu ditanami ranjau bamboo bahkan ditanah sebelum mencapai dinding tebing.

Tiba tiba terdengar suara gemuruh, bumi bergetar seakan gunung akan meledak, suara itu bergerak sangat cepat dan itu datangnya dari arah ketinggian. Pasukan serentak berlindung dengan merapat kedinding dan sebagian menjauh berlindung dibalik pohon pohon. Dalam hitungan detik batu batu besar dan kecil berlomba meluncur deras, memantul mantul, menabrak, menggilas apa saja yang dilalui nya diiringi guruh pecahkan telinga, seakan hantu pencabut nyawa penunggu gunung Deurema datang menyapa dengan peringatan.

Karena bagaimanapun bila batu itu dijatuhkan ketika pasukan telah berada dipertengahan tebing akan jauh lebih sulit untuk dihindari. Ketika badai batuan berhenti sementara, pasukan yang cerai berai berupaya mencari perlindungan yang lebih baik dan melakukan konsolidasi.

Komandan memutuskan untuk menunda serangan menghindari jatuh koorban yang besar bila dipaksakan sambil melaporkan ke Macan (RTB 8/SWJ). Hari telah menjelang malam Para komandan Tim dipanggil untuk diberikan perintah, pasukan secara otomatis bergantian untuk makan malam, yang tepat adalah makan siang yang dilaksanakan malam hari, sementara jenasah dan yang terluka dievakuasi ke Aituto.

Sambil menyusun pertahanan sementara dan menyiapkan kubu kubu untuk yang terluka atau gugur agar memudahkan tim evakuasi yang akan membawa mereka turun ke Aituto dan Maubise yang kemudian akan dibawa ke Dili dengan pesawat Heli.

bersambung 

Cuplikan Kisah Heroik Tentara Indonesia Di Timor-Timor Bagian III


comments

TOP